Jakarta – Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH). Mengungkapkan bahwa pengendalian produksi merupakan strategi penting untuk menstabilkan harga ayam hidup di tingkat peternak, khususnya di Pulau Jawa.
Agung Suganda, sebagai Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, memberikan keterangan di Jakarta pada cvtogel hari Minggu, dan menegaskan bahwa pemerintah tidak mengabaikan perubahan harga ayam hidup.
“Langkah konkret harus diambil, bekerja sama dengan semua pihak untuk menyeimbangkan permintaan dan pasokan. Pengaturan produksi dengan memotong telur tetas dan mengeluarkan ayam lebih awal adalah solusi penting untuk menanggapi dinamika pasar ini,” jelas Agung.
Ia menambahkan bahwa harga ayam hidup tercatat masih di bawah harga pokok produksi, yaitu sekitar Rp16. 500 per kilogram, untuk ayam dengan berat antara 1,6 hingga 1,8 kilogram.
Menanggapi situasi ini, Agung menjelaskan bahwa Ditjen PKH Kementan telah mengadakan Rapat Koordinasi Perunggasan Nasional.
“Rapat ini mengundang Satgas Pangan Polri, kementerian dan lembaga terkait, serta dinas peternakan dari enam provinsi penghasil ayam, bersama dengan asosiasi dan perusahaan pembibit ayam,” katanya.
Agung menuturkan berdasarkan data per 14 Mei 2025, pengurangan telur tetas fertile telah mencapai 13,8 juta butir, setara dengan 11,4 juta anak ayam dari target 49,7 juta butir.
Selain itu, sebanyak 284. 062 ekor Parent Stock juga telah dikeluarkan dari target 3 juta ekor. Sebanyak 17 perusahaan pembibit juga telah menyerap 387. 746 ekor ayam hidup, dengan rata-rata bobot 2,2 kilogram dan harga Rp17. 286 per ekor.
Agung menambahkan bahwa Ditjen PKH Kementan, bersama kementerian dan lembaga terkait, juga akan merancang rencana aksi untuk menstabilkan harga dan produksi ayam hidup. Tingkat kepatuhan perusahaan pembibit akan menjadi indikator penting dalam evaluasi alokasi grand parent stock untuk tahun depan.
Dengan kolaborasi dan pengawasan yang terintegrasi, Kementan optimis dapat menjaga stabilitas harga ayam dan keberlanjutan usaha peternak rakyat.
“Ini bukan sekadar masalah harga, tetapi juga mengenai keadilan untuk peternak dan ketersediaan protein hewani bagi masyarakat,” tutur Agung.
Hary Suhada, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak di Ditjen PKH Kementan, menekankan bahwa mereka akan terus melakukan pemantauan dan pengawasan langsung di lapangan.
“Kami telah menyiapkan langkah-langkah untuk memperkuat pengawasan di breeding farm, distribusi ayam DOC, serta perhitungan kebutuhan ayam dan telur di masing-masing daerah. Poin pemeriksaan untuk lalu lintas ternak juga akan dioptimalkan kembali,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa surat resmi akan dikeluarkan kepada semua dinas provinsi untuk mempercepat pengawasan produksi dan distribusi ayam ras.
“Kita harus memastikan bahwa semua pelaku usaha pembibit mengikuti peraturan sebagai tanggung jawab bersama untuk melindungi usaha peternak rakyat,” tutup Hary.